Sabtu, 24 Maret 2012

Soft Skill Training, upaya pengembangan diri


Sebuah penelitian dari Universitas Harvard menyatakan bahwa dari orang-orang yang mereka teliti ternyata 85% sukses karena "sikapnya" dan hanya 15% yang sukses karena "pintarnya". Itulah yang pertama kali disampaikan oleh Trainer dari Fakultas Psikologi USU pada saat saya mengikuti program pelatihan Personal Growth. Training ini berlangsung selama 2 hari yang disponsori oleh perusahaan tempatku bekerja. Satu kebetulan kalau salah seorang trainernya adalah seorang teman lama (Apa kabar Kak Jul? Senang bisa ketemu lagi dan terima kasih banyak untuk pelatihannya). Teman yang juga seorang Dosen di Fakultas Psikologi USU. Dunia ini rasanya sempit sekali ya!!! Nggak pernah nyangka kalau bisa bertemu di sebuah kesempatan dimana saya sebagai seorang trainee dan teman tersebut sebagai seorang trainer.
Tujuan pelatihan ini dibuat agar kami peserta pelatihan dapat menggali potensi terpendam kami dan mengembangkan Soft Skill yang kami miliki sehingga nantinya setelah pelatihan ini kami dapat memberikan kontribusi maksimal bagi perusahaan (Teorinya sih begitu... Hehehe).
Ketrampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain dan ketrampilan dalam mengatur dirinya sendiri sehingga mampu mengembangkan kemampuan kerja orang tersebut bisa diartikan sebagai Soft Skill. Contoh dari Soft skill ini antara lain: kejujuran, tanggung jawab, kemampuan bekerja sama, kemampuan beradaptasi, kemampuan berkomunikasi, toleran, kemampuan mengambil keputusan, dan lain sebagainya. Kita ambil contoh seorang Pemain Sepak Bola. Hard skil yang dimilikinya bisa seperti: berlari, menendang bola atau berebut bola. Sedangkan Soft skill yang dituntut adalah: kemampuan bekerjasama, mengambil inisiatif, mengambil keputusan dan kegigihan/pantang menyerah. Hard Skill memang penting untuk keberhasilan tetapi tidak cukup hanya itu saja. Hard skill lebih mudah dikembangkan dan diukur. Sedangkan Soft skill adalah karakter dasar yang penting untuk keberhasilan tetapi lebih sulit dikembangkan. Idealnya memang harus ada keseimbangan antar Hard skill dan Soft skill.
Langkah pertama yang kita lakukan adalah dengan mulai mengenal diri kita sendiri. Kita harus mengetahui dimana titik kelemahan yang kita miliki. Setiap orang punya kepribadian yang unik, yang bisa saja menjadi kekuatan (strength) dan bukan sebuah kelemahan (weakness). Kita harus bijaksana menilai mana yang yang menjadi kekuatan dan kelemahan diri kita. Malas, pemarah, suka berbohong, tidak jujur adalah beberapa contoh identifikasi area negatif yang harus diperbaiki. Seseorang bisa saja memiliki lebih dari satu kelemahan. Urutkan prioritasnya menurut kepentingannya, kemudian pilih beberapa kemungkinan untuk memperbaikinya dan yang paling penting adalah eksekusi pilihan yang sudah kita buat.
Elemen yang paling penting adalah Readiness to change atau kesiapan untuk berubah. Rata-rata perusahaan yang sudah mapan mengalami situasi sulit ketika mencoba melakukan perubahan kedalam jiwa karyawannya. Kebanyakan karyawan sudah terbiasa dengan paradigma lama, enggan untuk keluar dari Comfort Zone yang sudah ada. Keluar dari Comfort Zone dianggap terlalu beresiko. Disinilah kita dituntut membuat pilihan. Jangan takut dengan perubahan. Berpikir positif dalam menanggapinya. Mau berubah atau tidak memang adalah pilihan kita. Setiap pilihan mengandung konsekuensi.
Semua orang tentu punya harapan-harapan. Dalam setiap lingkungan, seseorang juga selalu menyandang sebuah peran. Peran ada yang terberi dan ada yang dicapai. Menjadi seorang anak, seorang adik/kakak, adalah contoh dari peran yang terberi. Seorang polisi, seorang pejabat adalah contoh dari peran yang dicapai. Untuk setiap peran, ada harapan-harapan tertentu. Yang lebih muda diharapkan memiliki toleransi yang lebih besar. Orang yang berusia lanjut diharapkan mampu memberi kesan bijaksana. Namun kecenderungan yang terjadi adalah orang yang lebih tinggi lebih mudah melihat sisi negatif yang ada dibawahnya dan orang bawahan cenderung over critic bila melihat atasannya. Untuk itu kita harus mampu menyesuaikan diri. Bila tidak, akan terjadi gesekan dari peran-peran yang kita jalankan.
Ada beberapa reaksi seseorang ketika memenuhi tuntutan peran terutama peran dalam pekerjaan, antara lain:
  1. Reaktif
Orang tersebut menjalankan tugas hanya memenuhi kewajiban saja (sesuai perintah), karena terpaksa.
  1. Acuh tak acuh
Orang tersebut sama sekali tidak perduli dengan kewajiban dari perannya, cenderung seenaknya.
  1. Proaktif
Ini adalah reaksi yang diharapkan ketika seseorang menjalankan perannya ditempat kerja. Orang tersebut akan antusias, berupaya mencari tahu dan menjalankan perannya sebaik mungkin, selalu berusaha mengembangkan pengetahuan dan kinerja untuk menyesuaikan dengan perkembangan jaman.

Perusahaan pastinya mengharapkan agar karyawannya mengambil reaksi proaktif terhadap perannya. Kunci utamanya adalah diri kita sendiri. Situasi tidak akan pernah kembali ke masa lalu, manfaatkan waktu untuk mempelajari ketrampilan dan terbukalah untuk hal-hal baru.
Like umbrella, minds only function when open...
Cukup sekian dulu ulasannya kali ini. Tapi ini masih belum selesai lho. Tulisan berikutnya masih akan seputar Personal Growth. Tungguin ya..... 
:)

3 komentar:

  1. maksih udah dibagi abg, sangat baik ulasan nya mudah dicerna dan mudah2an bisa diterapkan,

    BalasHapus
  2. Surprised.. In fact you are good at writing, Mr.Sianturi, :)

    BalasHapus